top of page
Search

ULASAN BUKU | CATATAN SEORANG DEMONSTRAN: SOE HOK GIE (2011) oleh Azizie Nordin


“Saya tidak ingin menjadi pohon bambu, saya ingin menjadi pohon oak yang berani menentangangin”


‘Catatan Seorang Demonstran’ adalah satu karya magnum opus yang terbesar dan terpenting bagi sang idola di Indonesia, yakni Soe Hok Gie. Naskah ini laku keras seperti ‘kacang goreng’ dan menjadi ‘mata air’, disebabkan tulisan-tulisan sosok Gie begitu ‘mematok’ dan ‘memetakan’, demi bunga bangsanya di Indonesia, yang sering ditindas dalam roda pemerintahan. Potret sosok Soe Hok Gie, adalah seorang yang unggul, ulung, berani, berpewatakan kecil tapi bercita-cita besar dan digrandungi banyak orang dari aspek pemikiran, penampilan dan spiritualnya. Kata orang Jawa ‘Pejah Gesang Nderek Soe Hok Gie!!


Begitu fenomelnya sosok Soe Hok Gie, esei-eseinya menjadi kompas, yang sentiasa ‘teguh selama-lamanya tidak lapuk di hujan tidak lekang di panas’, sarat dengan ‘rambu-rambu’ dan ‘organ-organ’ dalam panggung nasionalisme. Liris, walaupun sosok Gie ditampar dari kanan, kiri di bahagian muka, ia tetap polos menikmati rona perjuanganya untuk bunga bangsanya. Nilai-nilai spirit, moraliti universal ini, adalah ‘inti-inti dan ‘bumbu-bumbu’ oksigen ‘kebangsaan’ dalam kegelisahannya untuk larut dalam jargon politik.


Sosok Soe Hok Gie juga larut dengan semboyan-semboyan semacam, “Seorang filsuf Yunani pernah berkata bahwa nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua.” Melalui semboyan tersebut, dapatlah ditilik semangat ‘anak kecil’ ini berapi-api, tidak bersetuju dengan pemerintahan yang dilakukan pada ketika itu, di mana dijadikan ‘sapi perah’. Ya begitulah, sosok Gie, yang cinta akan tanah airnya begitu kencang dan darah perjuangannya mendidih panas, untuk terus-menerus menegakkan keadilan dan penindasan berbagai pelosok di Indonesia. Terlebih saat itu, nama sosok Gie mula ‘berkibar’ dan ‘diangkat’ menjadi ‘wali’ yang digeruni, ketika ia mula menjadi sumbu pelita keadilan sosialnya.


Secara arogan, perjalanan ‘anak kecil’ ini memberikan hambatan-hambatan yang begitu tajam, deras, sehinggakan kekayaan alam terus-menerus ‘dikuras, menyebabkan mata dan telinganya memerah. Melalui jebakan fikiran menyejarah dan eksis, sosok ini tetap fokus dengan ‘kenderaan barunya’ untuk melakukan gerakan yang lebih ekspresif dan puitik untuk tanah airnya, sekaligus menjadi ‘perahu’ penyelamat untuk negaranya sendiri khususnya di Indonesia.



BUKU CATATAN SEORANG DEMONSTRAN (SOE HOK GIE)


Naskah ini sebenarnya ini diterbitkan di LP3ES, yang menjadi menarik dan inspiratif. Usaha yang ‘meretul’ ini, berhasil untuk mengangkat kembali nama sosok Soe Hok Gie ini, lebih jauh ke layer lebar.


Justeru, sang penulis juga meminta izin untuk mengembangkan tulisan-tulisan sosok Gie ini, untuk diangkat menjadi sebuah filem, dengan membuat surat elektronik kepada bapa Arief Budiman yang merupakan abang kandung Soe Hok Gie.


Alhasil, bapa Arief Budiman tu memberikan satu tatanan jawapan yang begitu positif bahkan menyetujui kisah adiknya diangkat menjadi filem ke layar lebar. Sehubungan dengan konteks di atas, pemicu semangat yang berapi-api dalam etos kerja, membuahkan hasil ke atas naskhah ini, untuk terus-menerus diulang cetak, sekaligus membuatkan sang penulis diambang kegembiraan.


Secara esensi, buku ini terbahagi kepada 8 bab, setiap bab memuat pasal-pasal yang menguraikan berbagai aspek utama daripada pokok bab yang bersangkutan;


1.Bahagian Pertama

(Soe Hok Gie: Seorang Demonstran)

Mencoretkan potret sang anak kecil ini, yakni Soe Hok Gie dengan Wahib, yang mempunyai fikiran yang dominan, yang mana sama-sama ingin membangun masyarakat baru yang bermoral, terbuka, dan manusiawi dari kiri, kanan, atas, bawah ke seluruh jagat Indonesia. Kedua-dua sosok ini begitu jeli, berurat-berakar dan mempunyai keberanian sifat ‘harimau’ dalam menghadapi tentangan penindasan.


2. Bahagian Kedua

(Masa Kecil)

Kisah sang anak kecil ini ‘cindil-cindil’ di sekolah yang ‘gerang-gerang tua bangka mengumandangkan ‘sengatan’ yang menghantam keras dada, masuk tajam ke segenap sel darah. Sosok Gie juga membantah gurunya yang mana, sosok ini perkirakan ‘Yang tidak tahan kritik boleh masuk kerajang sampah. Guru bukan dewa dan murid bukan kerbau!


3.Bahagian Ketiga

(Di Ambang Remaja)

Sosok Gie seorang yang kritis, puitis, polos mengenai suntikan-suntikan idea-ideanya. Sosok ini berdebat dengan gurunya mengenai ‘lensa sejarah’.


4.Bahagian Keempat

(Lahirnya Seorang Aktivis)

Seusai dari ujian Sekolah Menengah Atas (SMA), sosok ini berjumpa dengan kawan karibnya, yang mana kawan-kawanya merupakan senada, sewarna, dan ‘satu kepala’. Sosok Gie berdebat dengan rakannya untuk mengetahui ‘inti-inti’ dan ‘bumbu-bumbu’ yang berlaku apa yang ditulisnya.


5.Bahagian Kelima

(Catatan Seorang Demonstran)

Membuat demokrasi disebabkan kenaikan harga tambang bas yang menyebabkan berlaku penindasan pada waktu itu. Demontrasi ini memboikot bus sehingga protes atas tindakan pemerintah. Semangat yang meluap-luap, memuncak ke dalam sukma mahasiswa-mahasiwa ini, dipasok tidak gentar untuk menghadapinya walau apapun yang terjadi.


6.Bahagian Keenam

(Perjalanan ke Amerika)

Pengalaman yang ‘ringan’ ketika berada di Universiti Hawaii, dan sering berdiskusi mengenai politik, pendidikan dan lain-lain lagi.


7.Bahagian Ketujuh

(Politik, Pesta dan Cinta)

Basa-basi dengan kawan-kawannya, mengenai sosial dan politik yang berlaku di luar negara dan di negerinya sendiri khusunya di Indonesia.


8.Bahagian Kelapan

(Mencari Makna)

Melontarkan idea-idea melalu akal sihatnya yang tajam, lugas, vital dan progresif dengan rakan seperjuangannya dan memikirkan hubungan dengan Sunarti.



REFLEKSI


Soe Hok Gie, merupakan manusia super dan sang pahlawan akal, yang saya perkirakan sosok ini sahaja yang mampu menulis dan melalap naskah yang masyhur pada ketika itu. Membaca catatan-catatan sosok Gie, membuatkan jari jemari terus-menerus membuka halaman-halaman dalam naskah ini dan sifat ingin tahu-menahu dalam pemikirannya yang vital, progresif, superasional dan irasional.


Justeru, sosok ini tetap laku dan hidup, di kacamata saya sendiri dan di Indonesia, walaupun buku dihadapan pembaca ini setelah 14 tahun kepergiannya almarhum tetap muncul menyajikan salam yang sejuta makna


Secara jernih, di sini saya titipkan kata-kata Gie, yang bernada dan berlirik;


“Hanya ada 2 pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka”


“Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan

yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”


“Kebenaran cuma ada di langit dan dunia hanyalah palsu, palsu”

Rujukan


Soe Hok Gie; Catatan Seorang Demonstran /penghantar, Daniel Dhakidae. Cet-10 Jakarta: LP3ES 2011

5 views0 comments

Comments


bottom of page