top of page
Search

​Suatu Pagi di Jogja- Benteng Vredeburg & Malam

SUATU PAGI DI JOGJA–BENTENG VREDEBURG

Aku sentuh tubuhnya. Namun hatiku bergetar. Seperti seseorang dari seberang tengah melambaikan tangan. Melambaikan tangannya pada kesunyian. Pagi yang tak tersentuh oleh riuh. Setelah kekasihnya mati 5 menit yang lalu. Aku temui tubuh itu. Sepasang sepatu warna hitam tertinggal. Atau memang sengaja ditinggalkan. Pada tembok-tembok kokoh benteng vredeburg. Bibirku mengucap pada udara busuk.

Aku telah temui tubuh itu. Warnanya putih, bercerita tentang seorang lelaki yang mati. Pada hujan rintik yang datang selepas cinta berkhianat. Sepasang matanya masih melekat sekuat karat. Sedangkan di sini, di luar benteng vredeburg ini. Selalu deru membentur sunyi. Percayalah hari-hari selalu saja berlalu. Juga suara bising itu. Suara bising yang mencuri cinta sampai akarnya. Terlalu bising untuk aku katakan. Di Jogja masihkah ada kenangan itu. Pada sepi yang aku rindu.

Semarang, 2023

MALAM


Ketika rembulan mengantarkan tubuhnya pada punggung malam. Bayang-bayang itu apakah jejak sepatumu? Memanjang sampai ke mari. Menjerat pikiranku pada sebuah siaran televisi. Pukul 21:00 tepat seseorang bersuara di sebuah surau terdekat. Zikir-zikir mulai merayap. Menggetarkan tubuh malam dengan rintih. Mungkin pagi datang dengan seribu satu kematian. Ketika seseorang selalu saja menuliskan dukanya.


Di jalan-jalan aku dan kamu tersalib masa depan. Dengan riuh yang sama. Sama-sama menanggung beban luka. Seperti awan hitam yang berarak di atas kepala kita. Dalam sebuah kertas-kertas fotokopi. Ada kata-katamu juga kata-kataku menjadi zikir malam nanti. Pukul 21:00 tepat, kudengar suara zikir itu. Menjilat sunyi di antara gerisik dada ini, yang pura-pura seperti api tak ingin mati.

Semarang, 2023

Penulis, Ngadi Nugroho, berasal dari Indonesia merupakan penggemar sastera dan menulis, khususnya sajak dan puisi.

1 view0 comments

Comments


bottom of page